Kromoleo: Horor dan Urban Legend yang Kurang Maksimal

Kromoleo: Horor dan Urban Legend yang Kurang Maksimal

Film Kromoleo: Horor Urban Legend dan Pelanggaran HAM

Film Kromoleo karya Anggy Umbara mencoba mengangkat urban legend dan isu pelanggaran HAM di Indonesia, khususnya misteri masa lalu Desa Majenang pada tahun 1984. Cerita mengikuti Zia (Safira Ratu Sofya) yang kembali ke desanya untuk menghadiri pemakaman ibunya dan mencari ayahnya yang hilang. Meski temanya potensial, film ini lebih menekankan jumpscare dan teror generik. Akibatnya, pengembangan karakter dan konflik sejarah terasa dangkal. Selain itu, twist di akhir film terkesan lemah dan tidak berdampak signifikan. Meskipun penampilan para pemain cukup maksimal, keputusan kreatif yang fokus pada efek visual membuat Kromoleo gagal memaksimalkan potensi horor dan cerita sejarah yang ada. Film ini tetap menarik bagi penggemar horor, tetapi kurang memuaskan bagi mereka yang mencari cerita mendalam.

Sinopsis Film Kromoleo

Kromoleo bercerita tentang Zia yang kembali ke Desa Majenang, Jawa Tengah, untuk menghadiri pemakaman ibunya. Ia juga mencari ayahnya yang hilang sejak kecil. Kedatangannya memicu teror dari kromoleo—hantu keranda yang menimbulkan kematian tragis bagi siapa pun yang melihatnya. Film ini mengangkat tema urban legend dan pelanggaran HAM di masa lalu. Namun, fokus pada jumpscare dan efek visual membuat pengembangan karakter dan konflik sejarah terasa dangkal. Twist di akhir film kurang memuaskan, sehingga Kromoleo gagal memaksimalkan potensi ceritanya.

Baca juga : ABADI NAN JAYA: Jamu Maut dan Teror Zombie by Macan Empire

Ulasan Film Kromoleo

Kromoleo mencoba mengeksplorasi urban legend dan isu pelanggaran HAM melalui latar tahun 1984 di Desa Majenang. Cerita berpusat pada Zia, yang kembali ke desanya untuk menghadiri pemakaman ibunya dan mencari ayahnya yang hilang secara misterius. Kedatangannya memicu teror dari kromoleo—hantu keranda yang menimbulkan kematian tragis bagi warga desa yang melihatnya.

Kelebihan

  1. Tema Menarik dan Potensial: Film ini memiliki latar sejarah yang unik. Isu Petrus dan pelanggaran HAM jarang disentuh oleh film horor lokal.
  2. Penampilan Pemain: Safira Ratu Sofya sebagai Zia tampil maksimal. Ia berhasil menghadirkan emosi tegang dan cemas dengan baik.
  3. Atmosfer Horor: Film ini menghadirkan ketegangan melalui jumpscare, efek visual gelap, dan musik latar yang mendukung suasana horor.

Kekurangan

  1. Pengembangan Cerita Dangkal: Plot terlalu fokus pada teror generik. Akibatnya, latar sejarah dan isu serius kurang tereksplorasi.
  2. Twist Lemah: Plot twist di akhir film datar dan kurang mengesankan. Hal ini menurunkan dampak cerita secara keseluruhan.
  3. Efek Visual Berlebihan: Teknik zoom in dan zoom out dipakai berlebihan. Beberapa adegan horor terlihat konyol, misalnya wig palsu hantu yang jelas terlihat.
  4. Kurang Mendalam: Karakter lain, baik protagonis maupun antagonis, tidak berkembang. Film terasa ‘nanggung’ dan kurang memikat.

Kesimpulan

Kromoleo memiliki potensi besar dengan tema urban legend dan pelanggaran HAM. Penampilan pemain solid, terutama Safira Ratu Sofya. Namun, eksekusi film lebih menekankan efek visual dan jumpscare daripada cerita dan konflik sejarah. Oleh karena itu, bagi penonton yang mengharapkan horor dengan twist mendalam, film ini mungkin mengecewakan. Meski demikian, Kromoleo layak ditonton bagi penggemar horor yang ingin melihat kombinasi legenda lokal dengan tema sejarah. Dengan beberapa perbaikan dalam pengembangan cerita, film ini bisa menjadi lebih memikat.

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *